MERANGIN – Bungo Antoi, Kecamatan Tabir Selatan, kecewa dengan hasil uji sampel air yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), meskipun hasilnya masih dalam ambang baku mutu air.
Sawal, salah satu warga, mengeluhkan kondisi sumurnya yang pH-nya mencapai 3,09, lebih asam dari air jeruk, dan tidak layak konsumsi.
Dalam rapat dengan Komisi III DPRD Merangin, Sawal memberikan kesaksian bahwa sumurnya dulu sering digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan oleh pemilik warung di depan pabrik SGN.
Kini, keluarganya tidak berani menggunakan air sumur tersebut, bahkan untuk mandi, dan memilih pindah ke Bungo Antoi karena bau limbah yang menyengat.
Samsudin, warga Swakarsa, menegaskan bahwa DLH seharusnya mengambil sampel saat air melimpah dari parit, di mana limbah pabrik mengalir ke sungai.
Samsudin mengeluhkan dampak langsung limbah, seperti ikan yang mati, dan meminta pengambilan sampel saat pembuangan limbah ke parit.
Hasren Purja Bhakti, anggota Komisi III DPRD Merangin, meminta DLH untuk mengambil sampel ulang agar hasilnya benar-benar independen.
Hasren menegaskan pentingnya kemajuan pabrik sawit di Merangin dengan tetap mematuhi aturan dan tidak merugikan warga.
Ia juga mengusulkan uji laboratorium secara mandiri oleh Komisi III untuk memastikan keakuratan hasil.
Ketua Komisi III, Al Hanim Asodiki, memimpin rapat dengan tegas, meminta perusahaan mendengar keluhan warga dan memenuhi kewajiban mereka.
Al Hanim menekankan bahwa perusahaan harus menyelesaikan kewajiban terhadap warga terdampak dan beroperasi sesuai aturan.
Ia mengingatkan bahwa investasi di Merangin harus mematuhi regulasi, sambil memastikan warga tidak dirugikan oleh limbah pabrik.
Redaksi