JAKARTA – Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Salah satu komponen yang akan terdampak oleh kenaikan PPN ini adalah tarif listrik, namun kenaikan tidak berlaku untuk seluruh golongan pelanggan listrik.
Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo, menyampaikan bahwa PPN 12% hanya akan dikenakan kepada sekitar 400 ribu pelanggan PLN dengan daya listrik di atas 6.600 volt-ampere (VA). “PPN untuk tarif listrik dikenakan hanya kepada pelanggan rumah tangga kami atau pelanggan terkaya dari desil yang ada dalam struktur pelanggan kami,” ujar Darmawan dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Sebaliknya, pelanggan dengan daya terpasang di bawah 6.600 VA akan dibebaskan dari PPN 12%. Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif berupa diskon listrik sebesar 50% untuk pelanggan dengan daya 450 VA hingga 2.200 VA.
Diskon tersebut diberikan kepada sekitar 81,4 juta pelanggan rumah tangga PLN. Dari jumlah tersebut, 24,6 juta pelanggan merupakan pengguna daya 450 VA, 38 juta pelanggan 900 VA, 14,1 juta pelanggan 1.300 VA, dan 4,6 juta pelanggan 2.200 VA.
Kebijakan diskon listrik ini berlaku selama dua bulan, yaitu Januari dan Februari 2025. “Artinya, dari total pelanggan rumah tangga kami sebanyak 84 juta, 97% mendapatkan diskon 50%,” kata Darmawan.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat yang paling membutuhkan, terutama kelompok pelanggan dengan daya rendah. Pemerintah juga memastikan bahwa kenaikan PPN pada tarif listrik tidak akan membebani mayoritas pelanggan rumah tangga.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendorong penerimaan negara dari sektor perpajakan yang lebih terukur dan berkeadilan.
Sumber Kompas TV