TANJAB TIMUR – 20/12/2024, Keterlibatan masyarakat setempat dalam pemanfaatan sumber daya alam dan stabilitas lingkungan yang bijaksana serta memperhatikan ekosistem regenerasi hutan, dalam penguatan sebagai upaya meningkatkan partisipasi masyarakat
disektor pengelolaan hutan yang baik & benar dapat dilakukan dengan:
Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan
Rehabilitasi hutan dan reklamasi
Perlindungan hutan dan konservasi alam
Tata pengelolaan hutan harus sesuai mekanisme yang di tentukan dalam SK izin pengelolaan hutan, yang diterbitkan Kementerian terkait.
Pemegang izin dan/atau pihak mitra yang bekerja sama bertanggung jawab segala resiko dan konsekuensi yang timbul, serta diwajibkan menghindari pelanggaran pengelolaan hutan yang berupa:
Penebangan hutan secara besar-besaran.
Perluasan wilayah pertanian, perkebunan.
Pertambangan di kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH.
Pembiaran perambahan hutan oleh pihak-pihak yang berkompeten.
Undang-Undang P3H juga menitikberatkan pada pemberantasan perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisasi, yaitu; Kegiatan yang dilakukan oleh satu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas dua orang atau lebih dan yang bertindak secara bersama-sama pada satu waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan.
Baik kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan yang melakukan perladangan tradisional, mekanis dan/atau melakukan penebangan jenis kayu.
Potensi Sanksi hukum yang dapat dikenakan untuk pelanggaran pengelolaan hutan, di antara lain:
Penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar untuk pelanggaran Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar untuk pelanggaran Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan.
Pengelolaan hutan kecamatan dendang (londrang) kini berubah menjadi perkebunan sawit sekitar 80 % dari luasan izin pengelolaan hutan yang diterbitkan kementerian KLHK.
Ketua Gapoktanhut Berkah Lestari (Dadang) yang bermitra dengan izin HPHD kota Kandis dendang ketika dikonfirmasi oleh awak media, terkait pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan serta informasi jual beli lahan di kawasan hutan desa yang bermodus ganti rugi pengelolaan hutan.
Dadang menyabut, Kalau untuk klarifikasi.! Pihak dinas kehutanan provinsi, polisi kehutanan, PSKL pangkal pinang, Gakum LHK sudah semua kami jawab. Berita itu semua tidak benar.!
Lagian pengelolaan hutan, semuanya tidak lepas dari pengawasan kesatuan pengelola hutan (KPH), jadi lebih jelas lagi. Saya lagi sibuk; singkat nya (WhatsApp)
(Red-Terkesan Dadang “ketua Gapoktan bina lestari menitik beratkan kesalahan pengelolaan yang terjadi ke pihak instansi yang berkompeten bidang ke hutanan”, Ada apa dengan para instansi ini.??)
Namun Kepala kesatuan pengelola hutan (izudin) mengatakan, Kelompok tani hutan berkah lestari (Dadang) tidak memiliki izin pengelolaan hutan dari kementerian, namun hanya bekerja sama (bermitra) dengan Izin LPHD KOTA KANDIS DENDANG-SK nomor 28/Kep BPMD-PPT4/II/2016, yang hanya berdasarkan SK kelompok yang diterbitkan desa dan diregistrasi ke dinas kehutanan provinsi.
Sepanjang pola pengelolaan perhutanan sosial di jalankan dengan benar gak masalah, sebut nya
Ketika disinggung terkait peralihan fungsi hutan dan dugaan transaksi modus ganti rugi lahan kawasan hutan yang dimaksud.
Kepala KPH Tanjabtim mengatakan, menurut data survei analisis KPH, lebih dari 80 % dari luasan izin pengelolaan hutan yang diterbitkan kementerian KLHK sudah mengalami perubahan fungsi menjadi tanaman industri perkebunan sawit.
Begitu juga terkait peralihan Pengelola lahan; informasi yang KPH dapatkan langsung dari pemegang izin Pengelola hutan maupun ketua kelompok yang bermitra, beralasan terjadinya ganti rugi lahan, karena keterbatasan finansial sehingga melibatkan pemodal (investor), karena menurut kelompok pengelola untuk membangun akses (jalan) perlu biaya yang tinggi.
Tambahnya,Memang bila di perhadapkan dengan aturan perhutanan sosial yang terjadi saat ini, tetap salah.
Walaupun demikian, KPH selalu mengarahkan pemegang izin pengelolaan lahan sesuai dengan aturan perhutanan sosial, dan menyarankan membuat KUPS untuk kegiatan usaha hutan, serta strategi antisipasi kebakaran hutan.! Paparnya
Beberapa pihak masyarakat pemerhati hutan dan lingkungan pun menduga; Terjadinya peralihan fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan industrial sawit, di mulai dari transaksi lahan atau upaya komersialisasi kawasan hutan yang berdampak langsung pada kerusakan lingkungan dan ekosistem hutan, serta berpotensi tinggi terjadinya konflik lahan di beberapa tahun kedepan.
(SLM)