BERITA KERINCI – Kasus dugaan penyelewengan Dana Desa (DD) di Desa Koto Aro, Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, kini menjadi sorotan. Total anggaran hampir mencapai Rp. 925,6 juta diduga dikelola dengan penuh kejanggalan oleh Kades Sarkani bersama kroninya. Mirisnya, dugaan penyimpangan ini terkesan luput dari pengawasan Tim Inspektorat Pemkab Kerinci.
Menurut laporan, DD tahun 2023 sebesar Rp. 825,6 juta baru dilaporkan pada 5 Desember 2024, menjadikan Desa Koto Aro sebagai desa dengan laporan realisasi DD paling lambat di Kecamatan Siulak. Laporan yang molor ini memunculkan dugaan bahwa Kades Sarkani sengaja mengelabuhi masyarakat dan publik.
Selain itu, Desa Koto Aro juga menerima tambahan Dana Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKBK) dari Provinsi Jambi sebesar Rp. 100 juta. Dengan total anggaran mencapai Rp. 925,6 juta, sejumlah kegiatan dalam laporan keuangan desa tersebut memunculkan dugaan mark-up dan penyalahgunaan anggaran.
Salah satu pos anggaran yang menjadi sorotan adalah biaya fisik untuk Pemeliharaan Jalan Usaha Tani, sebesar Rp. 410 juta lebih. Warga mencurigai adanya pembengkakan anggaran yang tidak masuk akal, mengingat proyek perkerasan jalan dengan spesifikasi lebih tinggi dari Kementerian PUPR saja tidak membutuhkan biaya sebesar itu.
“Masak iya, dana proyek desa ini habiskan Rp. 410 juta? Dibandingkan proyek tender PUPR yang bisa mencapai panjang 4 kilometer dengan lebar 2,5 meter, laporan ini jelas mencurigakan,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Ia berharap agar proyek ini tidak hanya diaudit oleh Inspektorat, tetapi juga diselidiki oleh aparat hukum.
Selain itu, anggaran sebesar Rp. 86,5 juta untuk pelatihan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga menimbulkan tanda tanya. Warga menduga kegiatan tersebut hanya dalih untuk menggerogoti uang masyarakat. “Pelatihan apa yang sampai habiskan hampir seratus juta? Ini harus diperiksa secara transparan di depan masyarakat,” tegas seorang warga lainnya.
Dugaan penyimpangan juga terlihat pada biaya Rp. 52,9 juta untuk kegiatan Posyandu dan Operasional PAUD/TK, masing-masing sebesar Rp. 24,4 juta dan Rp. 28,5 juta. Warga menduga laporan tersebut sengaja direkayasa untuk memperbesar anggaran.
Hal serupa juga terjadi pada biaya pelatihan tata boga yang menghabiskan DD sebesar Rp. 59,3 juta. Laporan ini mencurigakan dan dianggap sebagai akal-akalan Kades Sarkani untuk memperkaya diri. Bahkan, biaya operasional pemerintah desa sebesar Rp. 14 juta pun tidak luput dari kecurigaan.
Kegiatan penyaluran DD yang baru dilaporkan pada akhir tahun 2024 ini dinilai menjadi indikasi kuat adanya praktik korupsi. Namun, hingga saat ini, penanganan dugaan kasus tersebut oleh Inspektorat Pemkab Kerinci masih terlihat mandul. Warga menuntut agar kasus ini segera diselidiki oleh aparat hukum secara menyeluruh.
“Pemeriksaan dari Inspektorat jangan hanya formalitas, tetapi harus benar-benar tuntas. Kasus ini sudah mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa,” ujar salah satu warga dengan nada kecewa.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Kades Sarkani belum memberikan keterangan terkait dugaan penyelewengan DD tahun 2023. Warga berharap aparat hukum segera mengambil langkah tegas agar keadilan dapat ditegakkan.
Kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan dana desa, agar dana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memperkaya segelintir oknum.***