Rasulullah SAW memiliki jam tidur yang relatif singkat. Dalam sejumlah riwayat disebutkan, beliau tidur selama 4 jam setiap harinya.
Azhari Akmal Tarigan dalam buku Al-Qur’an dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Perspektif Integratif menyebut bahwa dalam mencukupi kebutuhan tidur selain memanfaatkan waktu malam untuk istirahat, Rasulullah SAW menggunakan waktu siang untuk melakukan Qaylulah (tidur siang).
Hal tersebut telah menjadi kebiasaan dari Rasulullah SAW yang tidur sejenak di waktu siang atau menjelang waktu Zuhur untuk menutupi kekurangan waktu tidur di malam hari.
Kegiatan Rasulullah SAW di malam hari adalah bermunajat penuh kepada Allah SWT baik dalam bentuk ibadah salat tahajud, berzikir, berdoa, dan membaca Al-Qur’an. Waktu di mana beliau bangun untuk mengerjakan ibadah di sepertiga waktu di malam hari, dikarenakan pada saat itu ialah salah satu waktu yang mustajab bagi doa, yaitu waktu yang utama afdhal untuk berdoa karena besar kemungkinan akan dikabulkan Allah SWT.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam beberapa riwayat hadits di dalam Kitab Shahih Bukhari dari Abu Kuraib menceritakan kepada kami Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW tidak suka tidur sebelum isya dan berbincang setelahnya.
عَنْ أَبي بَرْزَةَ أَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَكْرَهُ النوم قبل الْعِشَاءِ وَالحَدِيثَ بَعْدَهَا
Artinya: “Dari Abu Barzah: Bahwa Rasulullah SAW tidak menyukai tidur sebelum salat Isya dan berbincang-bincang setelah isya.”
Dalam buku Dahsyatnya Amalan 24 Rasulullah yang disusun oleh Muhammad Hasan Yusuf turut dijelaskan, Rasulullah SAW tidur pada awal malam dan menghidupkan akhir malam.
Saat tidur, Rasulullah SAW memiringkan posisi badannya ke kanan. Beliau bersabda, “Jika kalian hendak tidur di pembaringan, berwudhulah seperti wudhu untuk salat. Kemudian berbaringlah kamu dengan berbaring di lambung kananmu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Menurut salah satu riwayat, Rasulullah SAW hanya tidur selama 4 jam dan itu cukup bagi beliau. Hal ini dijelaskan dalam buku 99 Fenomena Menakjubkan dalam Al-Qur’an karya Nurul Maghfirah.
Sementara itu, ada pendapat lain menyebut bahwa Rasulullah SAW tidur selama 5-6 jam setiap harinya. Ini sudah termasuk tidur siang.
Nurul Maghfirah dalam bukunya turut menjelaskan mengenai sehatnya tidur sesuai dengan kebiasaan Rasulullah SAW.
Dikatakan, kualitas tidur tidak bergantung pada jumlah waktu tidur, tetapi pada pemenuhan kebutuhan tubuh akan tidur. Kecukupan tidur tidak tergantung pada lamanya waktu tidur, berikut ini pemaparannya.
1. Tingkatan tidur awal yang merupakan transisi antara sadar dan tidur yang terjadi antara 1 sampai 7 menit pertama. Bila pada tahap ini terbangun, orang sering merasa belum tidur.
2. Tingkatan tidur ringan yang merupakan tahapan pertama dari tidur yang sebenarnya. pada tahap ini, orang sudah sulit terbangun meski ada suara atau gangguan dari luar. Sudah mulai ada gambaran mimpi dalam tidur dan matanya bergerak perlahan dari satu sisi ke sisi lain.
3. Tingkatan tidur pertengahan merupakan tahapan yang terjadi di pertengahan kira kira 20 menit setelah mata terpejam tekanan darah dan suhu menurun. Biasanya sudah lebih sulit terbangun dibandingkan dengan tahapan sebelumnya. Pada tingkat ini juga masih ada gerakan mata yang semakin melambat
4. Tingkatan tidur mendalam (deep sleep), Ini adalah tingkatan terdalam dari seluruh tahapan. Pada tahapan ini sudah tidak ada lagi gerakan mata (no rapid eyes movement).
Tingkatan tidur 1-4 membutuhkan waktu setidaknya 1 jam. Namun, tingkatan atau siklus tidur ini bisa berulang. Artinya, bisa saja ketika sudah berada pada tingkatan 3, tetapi karena mimpi dan terbangun, kembali ke tahapan 1.
Islam juga tidak menganjurkan tidur pada pagi dan sore hari. Hal ini bersandar pada sebuah hadits yang diriwayatkan Khawat bin Jubair secara mauquf sebagaimana terdapat dalam Kitab Al-Fath bab Al-Qaa ‘Illah Ba’da Al-Jum’ah. Ia mengatakan,
“Tidur pagi adalah kebodohan, tidur pada pertengahan siang adalah perilaku yang baik dan tidur pada sore hari adalah kepandiran.”
Syaikh Abdullah bin Hamoud Al Furaih dalam Al-Minah Al-‘Aliyah fii Bayaani As-Sunan Al-Yaumiyyah mengatakan bahwa hadits tersebut sanadnya shahih.
Sumber detikNews