MERANGIN – Penertiban PKL di Merangin menyisakan kesedihan bagi Eni Kusriani (47). Modal habis, Ia tak bisa berjualan dan harus berjuang menghidupi anak dan suaminya yang dalam perawatan.
Pada wartawan, Eni mengungkapkan nasibnya yang harus berjuang mengantikan suaminya yang telah sakit dalam setahun terakhir. Kondisinya makin memburuk, dan membutuhkan banyak biaya perawatan.
“Itu oksigennya, 75 ribu/tabung habis 3 jam,” kata Eni saat ditemui dirumahnya di Sungai Mas, Jumat (6/6/2025) sore.
Sang suami membutuhkan bantuan oksigen terutama pada malam hari. Sedangkan biaya obat, keluarganya terbantukan BPJS. Namun tetap saja Ia membutuhkan biaya perban, kain kasa hingga Pampers untuk sang suami yang berusia 52 tahun.
Terbayang, bagaimana perjuangan Eni untuk keluarganya ditengah kebutuhan pengobatan suami, namun di sisi lain, Ia tak lagi bisa berjualan.
“Posisinya kami kan kaki lima. Cuma modal papan 3-4 lembar, seng 10 keping, dibongkar tapi tidak bisa dipake lagi,” ceritanya.
Sudahlah seperti itu, gerobak yang dimiliki Eni juga tidak bisa digunakan ditempat relokasi baru. Dimana Ia harus merubah gerobak 2 meter, menjadi 1,8 meter. Sementara etalase yang ada, sudah pecah.
“Diperkecilkan kita butuh modal. Bikin meja, tempat makan tidak ada,” ungkap Eni seraya menunjukkan lokasi baru yang disiapkan di los pasar bawah.
Ia membutuhkan biaya untuk kembali berjualan menghidupi keluarganya, Eni setidaknya butuh Rp 8 juta.
Duit segitu, untuk merombak gerobak, etalase dan modal dagang Rp 1 juta. Sementara kebutuhan lain, pembayaran di Koperindag Rp 1,1 juta/tahun.
“Untuk gerobak, untuk etalase. Etalase saya pecah itu didepan. Pecah waktu diusir-usir penertiban kemarin,” katanya.
Tak punya penghasilan lagi, anak ke 2 Eni nyaris putus sekolah. Ia bahkan tak lagi masuk ke sekolah hingga sang guru mendatangi mereka.
“Dari penertiban kemaren gak sekolah. Karena mau sekolah kan anak numpang temannya, butuh uang minyak juga. Uang sekolah juga ngak dibayar, nunggak 4 bulan,” katanya seraya menyebutkan tunggakan sekolah itu Rp 90/bulan.
Beruntung pihak sekolah, SMKN 2 Merangin mendatangi keluarga ini. Sang anak diberi dispensasi terutama ujian akhir ini.
“Gak papa, ujian aja dulu Bu. Langsung anak tu sekolah. Nebeng dengan kawannya,” ungkap Eni menirukan ucapan sang guru.
Beban yang dipikul keluarga ini, semakin berat terutama setelah anak 1, Indri Liani (23). Indri yang juga berjualan, PKL di pasar bawah, harus kehilangan motor kesayangannya.
Ia tak mampu membayar angsuran motor Scoopy karena tak punya penghasilan lagi dari jualan minuman teh ringan.
“Nunggak 2 atau 3 bulan, dak punya uang lagi. Dari pada nama rusak, ya motornya dikembalikan. Sekarang kerjanya di rumah makan,” katanya pilu.
Ia berharap pemerintah memperhatikan nasib keluarganya. Eni ingin berjualan agar menafkahi keluarganya lagi.***