TEBO – Setelah kasus PT Bumi Bara Makmur Mandiri (BBMM) yang masih dalam proses penyelidikan oleh Polda Jambi, kini Perkumpulan Hijau (PH) kembali mengungkap indikasi kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tambang batu bara lainnya, yakni PT Globalindo Alam Lestari (GAL), yang beroperasi di Desa Suo Suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo.
Perusahaan tersebut disorot karena melakukan aktivitas pertambangan yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari permukiman warga. Hal ini dianggap sangat membahayakan dan melanggar ketentuan jarak aman antara tambang dengan pemukiman.
Direktur Perkumpulan Hijau, Feri Irawan, menegaskan bahwa keberadaan tambang batu bara yang begitu dekat dengan masyarakat telah menimbulkan berbagai dampak buruk, mulai dari ketimpangan sosial, ancaman terhadap ketahanan pangan, hingga kerusakan lingkungan.
“Risiko hadirnya tambang batu bara pasti akan mengintimidasi ruang hidup masyarakat karena di mana ada tambang, pasti ada kesengsaraan,” ujar Feri dalam pernyataannya.
Menurutnya, ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan, termasuk soal jarak tambang dari pemukiman, adalah bentuk kejahatan pertambangan yang nyata. Selain itu, warga juga menghadapi risiko kesehatan akibat polusi udara dari debu tambang, pencemaran air, serta potensi bencana longsor akibat pengerukan tanah.
Investigasi yang dilakukan oleh Perkumpulan Hijau menemukan bahwa PT GAL diduga membuang air limbah tambang langsung ke Sungai Batanghari melalui selang, tanpa proses pengolahan terlebih dahulu di settling pond, sebagaimana yang diwajibkan oleh aturan lingkungan hidup.
“Dalam hal ini, pelanggaran terhadap kewajiban pengolahan limbah bisa dikenai sanksi pidana maupun administratif, mulai dari denda, penjara, teguran tertulis, hingga pencabutan izin,” tegas Feri.
Analisis Tim GIS Perkumpulan Hijau juga mencatat bahwa terdapat lubang bekas tambang seluas 7,64 hektare dan lahan terbuka 10,97 hektare yang tidak direklamasi oleh PT GAL. Hal ini memperlihatkan tidak adanya tanggung jawab terhadap dampak dari eksploitasi yang dilakukan.
Perkumpulan Hijau mendesak pemerintah pusat maupun daerah, termasuk Polda Jambi, Mabes Polri, dan Kementerian Lingkungan Hidup, untuk segera turun tangan dan mengevaluasi aktivitas pertambangan PT GAL. Mereka juga menuntut agar area permukiman warga dibebaskan dari aktivitas tambang guna menjamin keselamatan dan keberlangsungan hidup masyarakat.***