Bacalon Bupati Tebo Afriansyah Kembalikan Formulir Pendaftaran Ke PKB Putra Terbaik Asal Teluk Langkap Sumay Berjuang Menjemput Tuah Memimpin Tebo, Ini Misi Visinya Petikan Putusan Mahkamah Agung Beredar, Wakil DPRD Tebo Divonis 2 Tahun Penjara Syahrial Owner Portaltebo Terpilih Secara Aklamasi Sebagai Ketua IWO Tebo Nekat Menjadi Kurir Sabu, Seorang Remaja Diamankan Tim Macan Sat Narkoba Polres Merangin Saat Hendak Bertransaksi

Home / Berita / Kontroversi

Sabtu, 13 April 2024 - 22:40 WIB

Hasil Pertemuan Pimpinan NU & Jamaah Aolia yang ‘Telpon Allah’

Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu

Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu

Infonegerijambi.com, NASIONAL – Beberapa waktu ke belakang, heboh video beredar yang menunjukkan pemimpin Jamaah Aolia Mbah Benu yang mengatakan memiliki cara tersendiri dalam menentukan waktu tibanya Idul Fitri. Menurutnya, Jamaah Aolia tidak melakukan perhitungan hisab maupun pengamatan hilal, melainkan menelpon Allah SWT untuk mengetahui penentuan hari Lebaran.

“Nggak pakai perhitungan, saya telepon langsung kepada Allah Taala,” kata Mbah Benu dalam video viral itu.

 

Pernyataan Mbah Benu tersebut sontak menuai kontroversi dari berbagai pihak. Baik Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memberikan pernyataan mengenai ucapan Mbah Benu tersebut.

 

PBNU bahkan tegas mengecam pernyataan menelpon Allah SWT untuk mengetahui Hari Raya Idul Fitri. Terbaru, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta mengungkap telah melakukan dialog dengan Mbah Benu.

 

Mengutip CNNIndonesia, ada hasil positif dari pertemuan mereka dengan pimpinan Jamaah Masjid Aolia, Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu, di Gunungkidul.

 

Pertemuan ini dilakukan pasca-Idulfitri versi Jamaah Masjid Aolia pada Jumat (5/4/2024), jauh lebih awal dari lebaran pemerintah maupun Muhammadiyah yang diprediksi, Rabu (10/4).

 

“Alhamdulillah, silaturrahim klarifikasi dan mitigasi Mbah Ibnu Hajar berjalan lancar,” kata Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) DIY Fajar Abdul Bashir dalam keterangan resminya yang diterima, Senin (8/4/2024).

 

Dari pertemuan ini, Fajar melihat Mbah Benu adalah sosok terbuka dan mudah diajak berkomunikasi. Tak sulit baginya untuk menerima masukan.

 

Akan tetapi, kata dia, keyakinan ‘kontak’ dengan Allah itu belum bisa hilang 100 persen dan perlu sering dimitigasi supaya bisa kembali ke syariat secara utuh.

 

“Meskipun agak sulit menjelaskan, karena selain faktor usia, juga karena sudah berkurang pendengarannya, alhamdulillah Mbah Ibnu Hajar sudah mulai taslim. Saya menilai tidak cukup satu atau dua kali, tapi perlu beberapa kali menjelaskan,” tuturnya.

 

Jika keyakinan Mbah Benu ini nantinya memang sulit dihilangkan, Fajar menyarankan agar hal itu cukup kepentingan pribadi dan tak perlu mengajak masyarakat lain Fajar juga menyarankan kepada Mbah Benu manakala ada masyarakat yang masih bingung agar mengikuti ketetapan NU dan Pemerintah, bukannya menuruti ijtihad ‘kontak batin’ tadi.

BACA JUGA :  Pemkab. Tebo Lakukan Rapat Mediasi Terkait Aksi Unjuk Rasa Asosiasi Masyarakat dan Sopir

 

“Dan alhamdulillah Mbah Ibnu Hajar menyepakati hal-hal ini. Untuk hal-hal lain, kami tidak menemukan kejanggalan, seperti shalat, dzikir yang dibaca, dan syariat lainnya masih sama sebagaimana syariat pada umumnya,” ungkap Fajar.

 

Penetapan Ramadhan jemaah Aolia itu didasarkan kontak batin

Fajar pun mengungkap alasan Mbah Benu menetapkan awal dan akhir Ramadhan hingga selisih lima hari dari umat Islam lainnya. Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, penetapan awal dan akhir Ramadhan jemaah Aolia itu didasarkan pada kontak batin dengan Allah.

 

“Yang mana dia telah mengatakan wushul (sampai) kepada Allah,” kata Fajar.

 

Menurut dia, wushul ilallah atau capaian spiritual menempuh jalan ilahi didapat Mbah Benu ketika ziarah ke makam Syech Jumadul Kubro tanggal 21 November 2021. “Jadi, sejak itu dia selalu melakukan ‘kontak’ dengan Allah setiap ada tamu yang akan meminta nasehat. Setelah Mbah Ibnu klarifikasi, kita menyimpulkan bahwa ada masalah yang mukholifussyar’i tentang masalah wushul atau ‘kontak’ dengan Allah,” ungkapnya.

 

Kepada Mbah Benu, Fajar menerangkan metodologi penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Beberapa dalil ia cuplik dari Alquran maupun hadits.

 

Fajar menjelaskan wushul ilallah merupakan haq, sesuatu yang benar, akan tetapi tetap tidak bisa lepas dari syariat. Menurut dia, orang yang mengaku wushul ilallah tapi lepas dari syariat tak ubahnya layangan putus.

 

Fajar mencontohkan Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang Nabi sekaligus Rasul dan tak ada orang yang wushul-nya melebihi capaiannya.

 

Dalam menentukan awal dan akhir bulan, Nabi Muhammad tak melakukan kontak batin dengan Allah SWT, melainkan meminta para sahabatnya melakukan rukyatul hilal atau pemantauan kondisi Bulan untuk menentukan awal Ramadhan hingga Syawal.

BACA JUGA :  Polres Tebo Gelar Apel Pasukan Pengamanan Tablig Akbar bersama Ustadz Habib Ahmad Alhabsy di Kecamatan Tebo Ilir Kabupaten Tebo

 

“Nabi perintah melihat hilal itu merupakan wahyu dari Allah. Artinya, penetapan awal dan akhir bulan [hijriyah] melalui ru’yatul hilal itu merupakan wahyu dari Allah. Sebab apa yang dilakukan Nabi Muhammad baik perkataan, perbuatan, maupun diamnya, merupakan wahyu,” terangnya.

 

Bulan masih kelihatan

Sebelumnya, PWNU DIY menyatakan ada kejanggalan dalam metode penentuan Ramadan dan Syawal Jamaah Masjid Aolia yang didasarkan pada klaim perjalanan spiritual serta kontak batin Mbah Benu dengan Allah SWT.

 

Bagi PWNU, penentuan Ramadhan dan Syawal yang sah hanya dengan dua pedoman, yakni rukyatul hilal versi negara MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura) dan istikmal.

 

Meski beda standar hilalnya, kriteria-kriteria itu mensyaratkan bulan baru hijriah berganti saat Bulan sudah melewati satu putaran penuh mengelilingi Bumi atau fase bulan baru.

 

Kalau NU itu pedomannya, sedangkan hitung-hitungan lain seperti hisab, hitungan astronomi yang lain, itu hanya sebagai alat konfirmasi karena memang dalilnya begitu. Nabi menegaskan untuk mulai puasa atau idulfitri harus dengan rukyat, sehingga data-data ilmiah itu sebagai alat konfirmasi,” jelas Ketua PWNU DIY Ahmad Zuhdi Muhdlor, Minggu (7/4).

 

Dengan metode kontak dengan Tuhan itu, Jamaah Masjid Aolia yang berpusat di Panggang, Gunungkidul, DIY telah melaksanakan Idulfitri pada Jumat (5/4) atau selisih jauh dari prediksi pemerintah dan Muhammadiyah yang jatuh pada Rabu (10/4) besok.

 

Kalau selisihnya cuma sehari maksimal dua hari mungkin masih masuk akal, ditolerir karena mungkin perbedaan, nah ini kan lima hari,”

 

“Wong bulannya aja masih kelihatan jelas di langit kok sudah mulai (lebaran), lha ini masih bulan syaban. Itu dari mana, Islam kan tidak mengenal hitungan-hitungan ajaran yang berdasarkan mimpi atau wisik kan enggak,” tutur Ahmad.

 

Dengan alasan itu, PWNU mengutus perwakilan dari Aswaja Center dan Lembaga Penyuluhan Bantuan dan Hukum (LPBH) NU untuk berdialog dengan Mbah Benu di Gunungkidul, Minggu kemarin.***

 

Sumber CNBC INDONESIA

Share :

Baca Juga

Berita

Gadai SK Palsu, Seorang Oknum PNS Di Merangin Dan 3 Warga Asal Sarolangun Ditahan Polisi

Berita

AKBP Ruri Roberto Pimpin Pelantikan Dan Sertijab Sejumlah PJU Polres Merangin

Berita

Polres Tanjab Timur Tangkap Pelaku Pembunuhan Sadis

Berita

Kapolres Tebo Pimpin Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Persiapan Penanggulangan Bencana Alam

Berita

AYAH KABUR, DUA BOCAH RAWAT IBU ODGJ

Berita

Bripda M Hadirsya Fadli Anggota Satuan Brimob Polda Jambi yang Berhasil Memperoleh 10 Mendali Emas Taekwondo Kapolri Cup

Berita

Operasi Pekat Siginjai I 2023, Polres Tebo Laksanakan Razia Miras

Berita

Remaja 17 Tahun Tenggelam di Sungai Batanghari Ditemukan Tak Bernyawa