Bacabup Afriansyah Dapat Dukungan Dari Aktivis Tani Masyarakat Resah, Akibat Proyek Ini. Tak Kunjung Selesai ? Dr. Maulana Hadiri Pengukuhan Dewan Masjid AR Rahman Ketua Himpunan Mahasiswa Tebo Alfin Sumantri Desak Kejari Tebo Usut Penyelewengan Dana DAK Disdikbud Tebo Masyarakat Semangkin Resah, “Akibat ulu penambang batu bara ilegal” Masih beraktivitas

Home / Berita / Islami

Minggu, 31 Desember 2023 - 13:18 WIB

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Menurut Islam, Muslim Wajib Tahu!

Ilustrasi Pergantian Tahun Baru Masehi

Ilustrasi Pergantian Tahun Baru Masehi

Infonegerijambi.com, – Menjelang pergantian tahun banyak kegiatan perayaan yang digelar untuk memeriahkannya. Lantas bagaimana hukum merayakan tahun baru Masehi menurut Islam? apakah umat muslim boleh merayakannya?

Tahun Baru Masehi berbeda dengan penanggalan Hijriah yang menjadi acuan beribadah umat Islam.

Mengutip jurnal Ilmu Falak dan Astronomi Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram berjudul “Studi Komparasi Sejarah dan Aturan Kalender Tahun Masehi: Julian dan Gregorian” dijelaskan bahwa ;penanggalan Masehi yang saat ini digunakan secara umum oleh umat manusia sebenarnya merupakan Kalender Gregorius.

Kalender Gregorius atau Gregorian adalah penanggalan yang paling banyak digunakan oleh orang Barat, yaitu sistem penanggalan yang dibangun oleh Paus Gregorius XIII. Penanggalan ini dikenalkan kepada dunia di antara tanggal 4 dan 15 Oktober 1582.

Penanggalan ini merupakan modifikasi Kalender Julius yang pertama kali diusulkan oleh Aloysius Lilius dari Napoli-Italia dan disetujui oleh Paus Gregorius XIII. Sistem penanggalan tahun kalender ini berlandaskan tahun Masehi. Perhitungannya dimulai dari lahirnya Isa al-Masih.

Oleh karena itu kalender ini juga disebut dengan kalender Masehi yang merujuk pada Isa al-Masih. Sebutan Masehi inilah yang lebih populer bagi masyarakat Indonesia dibandingkan istilah-istilah yang lain.(1)

Merujuk pada asal-usul kalender Masehi ini, lantas bagaimana hukum perayaannya bagi umat Islam? Untuk mengetahuinya, simak penjelasannya berikut ini.

HUKUM MERAYAKAN TAHUN BARU MENURUT ISLAM

Terkait hukum merayakan tahun baru Masehi ini, terdapat perbedaan di kalangan para ulama. Sebagian ulama mengharamkannya, sementara sebagian lainnya menghukuminya mubah atau boleh.

Pendapat yang Membolehkan Perayaan Tahun Baru Masehi

Salah satu pendapat yang membolehkan perayaan tahun baru Masehi adalah Guru Besar Al-Azhar Asy-Syarif serta Mufti Agung Mesir Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M). Menurut mereka, perayaan tahun baru Masehi ini boleh-boleh saja dilakukan selama tidak mengandung unsur kemaksiatan.

Berikut ini penjelasannya dalam kompilasi fatwa ulama Al-Azhar:

وَقَيْصَرُ رُوْسِيَا “الإِسْكَنْدَرُ الثَّالِثُ” كَلَّفَ الصَّائِغَ “كَارِلْ فَابْرَج” بِصَنَاعَةِ بَيْضَةٍ لِزَوْجَتِهِ 1884 م، اسْتَمَرَّ فِي صُنْعِهَا سِتَّةَ أَشْهُرٍ كَانَتْ مَحِلَّاةً بِالْعَقِيْقِ وَالْيَاقُوْتِ، وَبَيَاضُهَا مِنَ الْفِضَّةِ وَصِفَارُهَا مِنَ الذَّهَبِ، وَفِى كُلِّ عَامٍ يَهْدِيْهَا مِثْلَهَا حَتَّى أَبْطَلَتْهَا الثَّوْرَةُ الشُّيُوْعِيَّةُ 1917 م. وَبَعْدُ، فَهَذَا هُوَ عِيْدُ شَمِّ النَّسِيْمِ الَّذِي كَانَ قَوْمِيًّا ثُمَّ صَارَ دِيْنِيًّا فَمَا حُكْمُ احْتِفَالِ الْمُسْلِمِيْنَ بِهِ؟ لَا شَكَّ أَنَّ التَّمَتُّعَ بِمُبَاهِجِ الْحَيَاةِ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَتَنَزُّهٍ أَمْرٌ مُبَاحٌ مَا دَامَ فِى الْإِطَارِ الْمَشْرُوْعِ الَّذِي لَا تُرْتَكَبُ فِيْهِ مَعْصِيَّةٌ وَلَا تُنْتَهَكُ حُرْمَةٌ وَلَا يَنْبَعِثُ مِنْ عَقِيْدَةٍ فَاسِدَةٍ

Artinya: “Kaisar Rusia, Alexander III pernah mengutus seorang tukang emas ‘Karl Fabraj’ guna membuat topi baja untuk istrinya pada tahun 1884 M. Proses pembuatannya berlangsung selama 6 bulan. Topi itu ditempeli batu akik dan permata. Warna putihnya dari perak dan warna kuningnya dari emas. Di setiap tahunnya ia menghadiahkan topi serupa kepada istrinya hingga kemudian istrinya ditumbangkan oleh pemberontakan kelompok komunisme pada tahun 1917 M. Mulanya acara ini merupakan suatu perayaan ‘Sham Ennesim’ (Festival nasional Mesir yang menandai dimulainya musim semi) yang merupakan tradisi lokal Mesir lantas berubah menjadi tradisi keagamaan. Lalu bagaimanakah hukum memperingati dan merayakannya bagi seorang muslim?

BACA JUGA :  DEBT COLECTOR TIDAK BERHAK EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

Tak diragukan lagi bahwa bersenang-senang dengan keindahan hidup yakni makan, minum dan membersihkan diri merupakan sesuatu yang diperbolehkan selama masih selaras dengan syariat, tidak mengandung unsur kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan bukan berangkat dari akidah yang rusak.” [Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar, juz X, halaman 311).

Senada dengan pendapat tersebut, kebolehan merayakan tahun Baru Masehi ini juga disampaikan oleh ulama pakar hadis terkemuka asal Haramain, Syekh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (wafat 2004 M). Dia berpendapat bahwa tahun baru merupakan bagian dari tradisi yang tidak ada korelasinya dengan agama.

Penjelasan tersebut tertuang dalam kitabnya sebagaimana yang dikutip berikut ini:

جَرَتْ عَادَاتُنَا أَنْ نَجْتَمِعَ لإِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ وَذِكْرَى الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَالْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ وَذِكْرَى نُزُوْلِ الْقُرْآنِ وَذِكْرَى غَزْوَةِ بَدْرٍ وَفِى اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ عَادِيٌّ لَا صِلَةَ لَهُ بِالدِّيْنِ فَلَا يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْ سُنَّةٌ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لِأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ لأَنَّ الْخَطَرَ هُوَ فِى اعْتِقَادِ مَشْرُوْعِيَّةِ شَيْءٍ لَيْسَ بِمَشْرُوْعٍ

Artinya: “Sudah menjadi tradisi bagi kita berkumpul untuk menghidupkan berbagai momentum bersejarah, seperti halnya maulid nabi, peringatan isra mi’raj, malam nishfu sya’ban, tahun baru hijriyah, nuzulul qur’an dan peringatan perang Badar. Menurut pandanganku, peringatan-peringatan seperti ini merupakan bagian daripada tradisi, yang tidak terdapat korelasinya dengan agama, sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang disyariatkan ataupun disunahkan. Kendati demikian, juga tidak berseberangan dengan dasar-dasar agama, sebab yang justru mengkhawatirkan ialah timbulnya keyakinan terhadap disyariatkannya sesuatu yang tidak disyariatkan.” [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahihah, [Surabaya: As-Shafwah Al-Malikiyyah], halaman 337-338.(2)

BACA JUGA :  Ini Lima Nama Anggota KPU Provinsi Jambi Terpilih Periode 2023-2028

Pendapat yang Mengharamkan Perayaan Tahun Baru Masehi

Salah satu ulama yang mengharamkan perayaan tahun baru Masehi adalah Al Imam Ibnu Tammiyah. Dalam pernyataannya, dia menjelaskan:

“Adapun mengucapkan selamat terhadap syiar-syiar keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka hukumnya haram.”

Keharaman merayakan tahun baru Masehi juga dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwiyatkan oleh Al Baihaqi.

Umar bin Khatab ra berkata,

“Janganlah kalian mengunjungi kaum Musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka.” (HR. Al Baihaqi, no: 18640)

Keterangan dalam kedua hadits tersebut secara jelas menerangkan bahwa mengucapkan selamat atau ikut serta dalam merayakan hari-hari besar kaum musyirikin (Tahun Barun, Natal, Valentine, dll) haram dilakukan oleh umat Islam. Momen tahun baru atau momen-momen lainnya dihukumi haram karena merupakan pencampuradukan antara al haq dan kebathilan yang mana lebih banyak mudharatnya ketimbang sisi positifnya.(3)

 

Sumber detikNews 

Share :

Baca Juga

Berita

Romo Benny : Polri Sangat Baik Amankan Natal Tahun Baru

Berita

1000 Tanda Tangan Masyarakat Tolak Pergeseran Tapal Batas Tanjab Barat

Berita

Lagi, Andre Cahya Putra Kembali Salurkan Bantuan Untuk Korban Banjir Di VII Koto

Berita

Satresnarkoba Polres Tanjabbar Bekuk 2 Pelaku dan Amankan 3 Kilogram Sabu

Berita

BUKIT KERAMAT BIRU

Berita

2.707 Orang Mendaftar Calon Anggota Polri di Polda Jambi

Berita

Beberapa Kali Masuk Ke Dalam DPO Sebagai Bandar Shabu, A Alias Dom Tak Berkutik Saat Di Amankan Tim Macam Polres Merangin

Berita

HUT IWO Ke-11 & HUT RI ke-78 Tahun 2023, PD IWO Sungai Penuh – Kerinci Menggelar Bakti Sosial Bersama Kodim 0417 Kerinci